Unjuk Rasa di Solo, Ribuan massa turun ke jalan di Kota Solo pada hari ini dalam unjuk rasa besar-besaran untuk menolak Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah RUU Pilkada. Aksi yang digelar di beberapa titik strategis di kota ini berlangsung damai, namun penuh semangat dengan berbagai spanduk dan orasi yang mengecam rencana revisi tersebut.
Latar Belakang Unjuk Rasa
Massa yang berasal dari berbagai organisasi masyarakat, mahasiswa, dan aktivis politik ini menolak keras rencana revisi RUU Pilkada yang dianggap akan mengurangi demokrasi dan partisipasi rakyat dalam pemilihan kepala daerah. Mereka menilai bahwa revisi tersebut berpotensi mengembalikan pemilihan kepala daerah ke sistem tidak langsung, yang dianggap mengkhianati semangat reformasi dan demokrasi yang sudah diperjuangkan sejak 1998.
Dalam revisi yang diajukan, salah satu poin yang menjadi sorotan adalah usulan untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD, bukan melalui pemilihan langsung oleh rakyat. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa suara rakyat akan terpinggirkan dan membuka ruang bagi praktik politik uang serta oligarki dalam penentuan pemimpin daerah.
Tuntutan Massa
Selain menolak revisi RUU Pilkada, massa aksi di Solo juga menyuarakan tuntutan agar Presiden Joko Widodo pulang ke Solo dan mendengarkan langsung aspirasi rakyat. Beberapa spanduk dan poster yang dibawa oleh demonstran bertuliskan “Pulangkan Jokowi”, mencerminkan kekecewaan mereka terhadap pemerintah pusat yang dinilai tidak peka terhadap kehendak rakyat.
Koordinator aksi, Rahmat Santoso, dalam orasinya menyatakan bahwa Solo sebagai kampung halaman Presiden Jokowi merasa dikhianati oleh kebijakan yang dianggap mengancam demokrasi. Jokowi harus kembali ke Solo untuk mendengarkan suara rakyatnya sendiri yang menolak keras soal revisi ini. Kami tidak akan diam saat demokrasi kami digadaikan,” ujarnya dengan tegas.
Reaksi Masyarakat dan Pihak Berwenang
Aksi unjuk rasa ini mendapat perhatian luas dari masyarakat Solo dan sekitarnya. Banyak yang menyatakan dukungannya terhadap gerakan tersebut, meski ada juga yang mengkhawatirkan potensi kerusuhan. Pihak kepolisian setempat telah menurunkan personel dalam jumlah besar untuk menjaga keamanan dan ketertiban selama aksi berlangsung.
Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Solo, AKBP Ade Safri Simanjuntak, menyatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan para pemimpin aksi untuk memastikan bahwa unjuk rasa berjalan damai dan tertib. “Kami mengimbau kepada seluruh peserta aksi untuk menyampaikan aspirasi dengan cara yang damai dan tidak anarkis. Kami juga siap memberikan pengamanan agar aksi ini berjalan dengan lancar,” ujar AKBP Ade Safri.
Dampak dan Respons Pemerintah
Aksi penolakan revisi RUU Pilkada ini tidak hanya terjadi di Solo, tetapi juga di berbagai daerah lain di Indonesia. Gelombang protes ini menunjukkan tingginya ketidakpuasan masyarakat terhadap rencana perubahan yang dinilai akan mereduksi demokrasi di tingkat lokal.
Hingga saat ini, pemerintah pusat belum memberikan tanggapan resmi terhadap tuntutan massa di Solo maupun daerah lainnya. Namun, beberapa anggota DPR yang pro-revisi RUU Pilkada menyatakan bahwa perubahan ini diperlukan untuk mengurangi biaya politik yang tinggi dan menekan korupsi di daerah.
Kesimpulan
Unjuk rasa di Solo merupakan salah satu dari serangkaian aksi penolakan terhadap revisi RUU Pilkada yang terus berkembang di Indonesia. Massa yang turun ke jalan menuntut agar pemerintah membatalkan rencana revisi tersebut dan mengembalikan fokus pada penguatan demokrasi langsung. Seruan untuk memulangkan Jokowi ke Solo mencerminkan kekecewaan mendalam terhadap kepemimpinan nasional yang dianggap tidak lagi mewakili aspirasi rakyat.